ILMU BUDAYA DASAR


SEMESTER 2
TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
DOSEN= BAPAK HERI SUPRAPTO

(TUGAS 1)
NAMA   =ZIARSONO NURHASAN
NPM      =57411732
KELAS  =1IA12

PENGERTIAN BUDAYA DASAR
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,bangunan, dan karya seni.Bahasa , sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Jadi, budaya adalah suatu yang melekat pada diri manusia yang muncul tersendirinya dengan adanya perilaku sekelompok manusia yang lain. Dimana sekelompok manusia tersebut memberikan budayanya dengan perilaku yang biasa mereka kerjakan, misalnya adalah bahasa, batik, dan lain-lain.

CARA PENERAPAN BUDAYA
Rasanya kini memang sulit menentukan dari mana kita bisa memulai membangun budaya masyarakat yang berkarakter, karena dampak dari kurangnya implementasi nilai sopan santun dan etika disetiap kehidupan peribadi maupun sosial.Bagi masyarakat ultra modern, ekpresi kebebasan demokrasi sudah sangat lumrah dan bahkan telah bosan, tetapi bagi kelompok urban, mereka sedang asyik-asyiknya menikmati kebebasan, melampiaskan segala yang dikehendaki, dan cenderung anarkhis, mencaci-maki pemimpin yang dulu ditakuti, bisa merobohkan pintu gerbang kantor pemerintah dan sebagainya. Rasanya kini tidak ada teori yang bisa digunakan sebagai dasar problem solving.Belajar kepada sejarah bangsa lain (misalnya Amerika Serikat), ternyata orang Amerika yang dulu orang kulit putih anti terhadap kulit hitam, limapuluh tahun yang lalu, orang negro benar-benar dinista dalam sistem sosial Amerika Serikat. Tetapi kini Presiden yang dipilih justeru orang kulit hitam, Barack Obama.Oleh karena itu kita tidak boleh perputus asa untuk tetap membangun karakter masyarakat yang bermartabat, meski hari-hari ini kurang laku. Membangun karakter dewasa ini sama sulitnya seperti menebar benih di musim kemarau, tidak tumbuh. Tetapi jika tidak ada yang menebar benih di musim kemarau, nanti ketika musim hujan yang tumbuh hanya alang-alang.Kita dihadapkan pada pilihan-pilihan, membangun budaya berkarakter masyarakat bisa melalui lembaga pendidikan, lembaga sosial dan lembaga keagamaan. Kampus dalam hal ini sebagai lembaga tempat menanamkan sikap dan sopan santun (tata krama) yang efektif sehingga perlu penanaman sikap dan pembiasaan selama mahasiswa menempuh pendidikandikampus.Bagaimana mengintegrasikan perilaku berkarakter ke dalam kehidupan di kampus? Bagaimana kedisiplinan dapat berjalan di kampus, tumbuh sikap dan kesadaran menghormati dosen, melakukan pergaulan dengan teman yang berlandaskan perilaku berkarakter, membangun lingkungan kelas yang positif, mengembangkan sikap-sikap positif kepemimpinan, mengkaitkan program kampus, masyarakat, dan rumah dengan perilaku berkarakter.Perlu segera menyusun cetak biru untuk membenahi karakter bangsa ini yang telah berkembang lebih ke karakter buruk (kurang sopan santun dalam pergaulan).
Tidak perlu menjadikan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran baru, karena nanti akan lebih terfokus pada pengembangan kognitif tingkat rendah. Lebih baik membangun karakter, dibanding “Mata Pelajaran Pendidikan Karakter”. Membangun karakter melalui pembiasaan disetiap kegiatan atau disetiap unit terutama dilingkungan kampus.Perilaku berkarakter dilaksanakan melalui kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan di kampus. Kegiatan Ekstra Kurikuler diharapkan merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh unit-unit kegiatan yang wajib diikuti mahasiswa sesuai kepeminatannya. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik serta sarana pengembangan perilaku berkarakter.Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya kampus, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga kampus, dan masyarakat sekitar kampus. Budaya kampus harus merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra kampus di mata masyarakat luas.Pada tataran mahasiswa, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya kampus, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga kampus, dan masyarakat sekitar kampus harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.Oleh karena itu perlu penanaman pembiasaan perilaku berkarakter di kampus yang meliputi:
1.Pembekalan tata krama bagi mahasiswa baru. Setiap mahasiswa baru mendapat pembekalan tata krama yang ditempuh melalui kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB). Materi tata krama sebagai pembekalan mahasiswa baru perlu dikemas yang bersifat praktis dengan mengedepankan praktek/perilaku selama menempuh pendidikan di kampus.
2.Pembekalan tata krama bagi mahasiswa kependidikan yang akan menempuh PPL. Dalam pembekalan mahasiswa yang akan menempuh PPL diberikan materi tata krama untuk membentuk watak mahasiswa agar berperilaku yang selaras dengan citra kependidikan.
3.Penerapan tata tertib bagi segenap pengurus organisasi kemahasiswaan. Setiap organisasi kemahasiswaan harus bisa menjadi sarana penanaman perilaku berkarakter, baik perilaku orangnya maupun kondisi tempat kerjanya.
4. Penerapan tata tertib bagi penghuni asrama mahasiswa (PGSD, RUSUNAWA, UKKI di Masjid) yang dapat mencerminkan keteladanan bagi mahasiswa lain.
5.Penerapan tata tertib dikelas dalam perkuliahan maupun dalam menempuh ujian.
6.Sikap dan keteladanan bagi pemgurus organisasi mahasiswa. Pengurus organisasi mahasiswa wajib menerapkan perilaku berkarakter, oleh karena itu persyaratan menjadi pengurus perlu ditetapkan dengan norma-norma yang menjung tinggi keteladanan dan keoemimoinan.
7.Pengurus organisasi mahasiswa wajib mengikuti upacara bendera yang diselenggarakan oleh universitas. Bagi mahasiswa baru selama dalam proses PKKMB satu tahun, wajib mengikuti upacara bendera yang diselenggarakan universitas.
8.Memakai almamater dalam kegiatan kampus maupun luar kampus:
o    kengikuti Upacara Bendera;
o    kegiatan seminar;
o    kegiatan menerima tamu;
o    berkunjung ke instansi lain;
o    rapat-rapat dengan pimpinan;
o    Dsb.
9.     Peduli lingkungan kampus. Segenap civitas akademik Unesa harus memiliki kepedulian terhadap lingkungan kampus, yang diwujudkan dalam bentuk:
oJika melihat lampu menyala tidak pada fungsinya sebaiknya matikan!
oJika ada air mengocor dari kran dalam keadaan tidak berfungsi sebaiknya matikan!
oJika ada komputer menyala dalam keadaan sudah tidak berfungsi sebaiknya matikan!
o Jika ada AC hidup dalam ruang yang tidak berfungsi sebaiknya matikan!
oKepedulian terhadap hal-hal yang sederhana seperti jangan terbiasa membiarkan apapun yang terlihat dalam keadaan terbengkelai, karena tidak merasa memiliki. Melihat benda menghalangi orang lewat jika kita mengetahui lebih dulu harus disingkirkan, jangan sekali-kali mengatakan “saya tidak menaruh benda itu”
oJika melihat barang yang tidak terawat seperti melihat barang inventaris tergeletak, barang tempelan dinding terjatuh, jangan sekali-kali mengatakan ”toh ada petugas atau penjaga yang akan menatanya kembali”. Hal itu cermin tidak peduli.
oJika berada di penginapan atau di hotel, akan meninggalkan ruang lampu menyala, TV menyala, air kran mengalir, jangan sekali-kali anda mengatakan “biarkan saja toh kita sudah membayar” Hal itu sebagai cermin sebagai orang yang berjiwa ingin selalu merugikan orang lain, bahkan tidak senang orang lain memiliki usaha yang berhasil. Buatlah kondisi seandainya aku pemilik hotel atau penginapan tersebut.
o    Mahasiswa di tempat kos, tak peduli dengan barang rusak yang menggangu orang lain (membaiarkan lampu, kipas angin, TV dan air kran yang bocor), membiarkan begitu saja dengan alasan anda sudah bayar uang kos. Hal itu sebagai cermin sebagai mahasiswa yang mau menempati tempat kos tetapi tidak ikut bertanggung jawab pada pemilik jasa penyedia kos, bahkan jika kos anda digratiskan sekalipun tidak akan berubah perilaku tersebut, karena prinsip hidup anda tidak peduli. Coba renungkan! Seandainya aku pemilik usaha diperlakukan seperti itu, bagamana sikap anda? Membiasakan peduli terhadap barang milik orang lain mesti bukan miliknya akan membauat orang lain juga peduli pada kita.
o    Kembalikan kepada pemilikya jika menemukan barang yang sudah jelas tahu pemiliknya, dan jika belum tahu pemiliknya sampaikan ditempat publik yang memungkinkan orang lain mengetahui barang tersebut milik siapa. Mengembalikan barang yang bukan miliknya terasa hidup lebih mulia.
10.                        Larangan Merokok di lingkungan kelas dan kampus
o    Mahasiwa tidak dibenarkan merokok dalam kelas baik waktu belajar maupun dalam kelas kosong, demikian juga tidak dibenarkan merokok di lingkungan kampus.
o    Untuk lebih efektifnya larangan ini maka segenap pengurus organisasi mahasiswa di kampus (BEM, DLM, UKM [Unit Kegiatan Mahasiswa]) harus dapat menjadi model perilaku berkarakter, dengan menunjukkan perilaku tidak merokok di kampus, tidak ada bekas rokok didalam ruang organisasi, dan tidak berperilaku merokok disetiap aktifitas kemahasiswaan.
o    Masyarakat kampus dapat mencontoh aturan yang diterapkan di sebuah perusahaan taxi, yang melarang sopirnya merokok di dalam taxi baik ada penumpang atau tidak, dan juga larangan merokok dilingkungan taxi ketika parkir. Bahkan bagi sopir yang kedapatan melanggar aturan tersebut dan ada yang melaporkan ke kantornya maka dikenakan sanksi denda Rp 200 ribu. Semua berjalan baik suka atau tidak suka, semua mentaati, karena semua aturan diberlakukan sejak awal melamar menjadi pengemudi taxi. Demikian juga tidak akan diterima bagi calon pengemudi yang memiliki tato dan sejenisnya.
o    Filosofi aturan itu tentu sederhana “jika sopir merokok di dalam taksi atau diluar taksi, pasti ada yang protes dan merasa tidak suka untuk memakai taksi tersebut, namun dapat dipastikan tidak ada penumpang yang protes jika sopir dilarang merokok.
11.Etika berpakaian Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan, namun dalam pemakaiannya harus menyelaraskan dengan situasi dan kondisi.Dalam ajaran agama diperintahkan agar setiap orang memakai pakaian yang baik dan bagus, baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat, sedangkan bagus berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh yang sesuai kemampuan si pemakai.Mahasiswa tidak diperkenankan memakai kaos oblong, sandal jepit, atau sandal lainnya yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti kuliah atau berurusan administrasi maupun urusan akademik di kampus.

DAFTAR PUSTAKA

TUGAS 2
MODERNITAS DALAM DESAIN GRAFIS

Bangsa Indonesia adalah unik karena merupakan percampuran berbagai suku bangsa yang tersebar diseluruh kepulauan Nusantara, ditambah masuknya bangsa-bangsa dari Asia – Cina, India, dan Arab serta Eropa. Orde baru dan Soeharto dengan latar belakang budaya Jawa dan latar belakang profesi militer menekan dinamika pluralisme sosial-budaya demi “persatuan dan kesatuan”. Ternyata Orde Baru gagal menanamkan “persatuan dan kesatuan”. Ketika represi militer dicabut terjadilah berbagai peristiwa rasial seperti: Tragedi Mei 98 (13-14 Mei), kerusuhan etnis Madura – Dayak, Poso, Ambon, Papua. Kini masalah diperumit oleh beberapa pemerintahan daerah yang menerapkan peraturan-peraturan yang meminggirkan kelompok minoritas.
Desain Grafis memiliki fungsi identifikasi, informasi dan instruksi, serta presentasi dan promosi. Desain grafis yang baik harus mudah diterima dan dipahami oleh publik. Agar diterima dan dipahami, desain grafis perlu menggunakan dan mencerminkan budaya publik peserta komunikasi. Dari sudut pandang kebudayaan hal ini berarti desain grafis adalah ekspresi sosial-budaya dari masyarakat penggunanya dalam ruang-waktu tertentu. Namun karena fungsinya adalah mempegaruhi persepsi, maka Desain Grafis juga mampu berperan membentuk persepsi publik. Hal ini terkait dengan peran desain grafis sebagai sebuah pemecahan masalah.
Permasalahannya adalah, bagaimana desain grafis di Indonesia dapat mencerminkan identitas etnis dari penggunanya? Penelitian ini bertujuan untuk mengurai relasi yang ada antara Desain grafis dan identitas kultural etnis di Indonesia – khususnya etnis Tionghoa. Hasil kajian mahasiswa dan staf pengajar perkuliahan Tinjauan Desain II pada program studi DKV di FSRD Untar. Hasil kajian dipresentasikan dalam blog-blog kelompok penelitian dan dipamerkan secara internal dengan judul Hybridgrafik 2007.
Kehadiran etnis Tionghoa di Nusantara Penyebaran budaya Tionghoa ke Asia Tenggara telah berlangsung sejak abad kedua masehi ketika rute perdagangan melalui lautan berlangsung antara negeri Cina, India dan Arab. Selama musim badai dan pergantian musim monsoon, para pedagang negeri Cina tinggal di kota-kota pelabuhan Asia Tenggara. Selama mereka menetap terjadilah proses interaksi antara budaya para pedagang dengan budaya penduduk lokal. Di kota-kota pantai ini pula para pedagang negeri Cina bertemu dengan pedagang dari India/ Gujarat dan Arab. Jaringan perdagangan internasional ini membentuk budaya kosmopolitan di kota kota pelabuhan di Nusantara .
Gelombang imigrasi bangsa Tionghoa (terutama daerah selatan seperti Fujian, Guangdong, Hainan, Teochew) ke Indonesia sekitar abad 19 membawa banyak percampuran budaya, termasuk arsitektur. Hal ini karena beberapa kelompok imigran Cina adalah para tukang ahli kayu dan ukir-ukiran serta bangunan yang dibawa oleh Belanda sebagai tenaga ahli yang diperbantukan membangun Batavia. Warga Tionghoa sebagai mediator (middle men) antara kepentingan kolonial dan penduduk pribumi. Sistem tanam paksa (Cultuur Stelsel 1830–1860) memperkuat posisi warga Tionghoa sebagai pedagang perantara.
Namun posisi warga Tionghoa yang semakin strategis menimbulkan konflik antara bangsa Tionghoa dengan VOC. Konflik ini memuncak sehingga terjadi tragedi pembantaian warga Tionghoa (Chinese Massacre) di daerah sekitar Kali Angke. Pembantaian ini terjadi pada tanggal 13-15 Oktober 1740 dan diperkirakan menelan korban 10.000 jiwa. Tahun 1799 VOC bangkrut dan bubar, sehingga Hindia Belanda dipegang langsung oleh pemerintah Belanda. Awal abad ke-20 Belanda menerapkan Sistem surat pas (passtelsel): warga Tionghoa harus membuat surat ijin untuk melakukan perjalanan ke daerah. Bisnis dan milik warga Tionghoa terkonsentrasi di perkotaan. Usaha itu meliputi rokok kretek, batik, makanan, minuman, transportasi umum, bioskop, rumah makan, jamu dan obat-obatan, dan lain sebagainya. Termasuk usaha penyebaran informasi: media penerbitan dan percetakan. Kesemuanya menghasilkan percampuran budaya visual dalam desain grafis, antara budaya Tionghoa, Eropa, Hindu-Budha, dengan budaya lokal di Nusantara.
Setelah Indonesia merdeka, politik diskriminasi terhadap warga Tionghoa tidak berhenti. Pemeritahan Soekarno menerapkan politik diskriminasi dengan mencanangkan program Benteng (PP No. 10 tahun 1959). Ini adalah aturan yang membatasi ruang lingkup usaha orang-orang Tionghoa. Pemerintah Orde Baru Soeharto menerapkan pelarangan penggunaan aksara hingga nama Tionghoa. Pada tingkat akar rumput pun terjadi pemisahan sosial budaya – bahkan terjadi “politik kambing-hitam” terhadap orang-orang Tionghoa.
Desain Grafis sebagai representasi masyarakat Penelitian ini dilakukan dalam konteks perkuliahan Tinjauan Desain. Mata kuliah ini mengajarkan metode kritik terhadap artefak desain grafis yang telah diproduksi. Melalui kritik desain ini diharapkan mahasiswa mampu memahami konteks sosial budaya dari sebuah desain grafis serta bagaimana sebuah desain dimaknai dan masyarakat penggunanya. Desain grafis khususnya dan budaya visual pada umumnya, tidak hanya cermin sosial budaya pengguna tapi juga mempengaruhinya.


DAFTAR PUSTAKA

TUGAS 3
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA

Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, dua puluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah.
Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa).
 Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.


DAFTAR PUSTAKA
TUGAS 4
BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
A. Pengertian Budaya PolitikSikap orientasi warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu ( G.A.Almond dan S. Verba )Sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan negara dan politiknya ( Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews )Suatu konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai - nilai dan ketrampilan yang sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk pola - pola kecenderungan khusus serta pola - pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok - kelompok dalam masyarakat ( Almond dan Powell )
B. MACAM - MACAM BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI MASYARAKAT
Budaya politik elit (terdiri dari kaum pelajar sehingga memiliki pengaruh dan lebih berperan dalam pemerintahan) dan budaya politik massa (kurang memahami politik sehingga mudah terbawa arus).Menurut Hebert Feith, sistem politik di Indonesia di dominasi oleh budaya politik aristokrat Jawa dan wiraswasta Islam.Menurut C. Geertz di Indonesia terdapat budaya politik priyayi, santri dan abangan.
C. TIPE - TIPE BUDAYA POLITIK
1. BUDAYA POLITIK PAROKIAL ( PAROCHIAL POLITICAL CULTURE )Tipe budaya politik yang orientasi politik individu dan masyarakatnya masih sangat rendah. Hanya terbatas pada satu wilayah atau lingkup yang kecil atau sempit.Individu tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.Tidak ada peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri.Biasanya terdapat pada masyarakat tradisional.
2. BUDAYA POLITIK SUBJEK ( SUBJECT POLITICAL CULTURE )Masyarakat dan individunya telah mempunyai perhatian dan minat terhadap sistem politikMeski peran politik yang dilakukannya masih terbatas pada pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah dan menerima kebijakan tersebut dengan pasrah.Tidak ada keinginan untuk menilai , menelaah atau bahkan mengkritisi
3. BUDAYA POLITIK PARTISIPAN ( PARTICIPANT POLITICAL CULTURE )Merupakan tipe budaya yang ideal.Individu dan masyarakatnya telah mempunyai perhatian, kesadaran dan minat yang tinggi terhadap politik pemerintah.Individu dan masyarakatnya mampu memainkan peran politik baik dalam proses input (berupa pemberian dukungan atau tuntutan terhadap sistem politik) maupun dalam proses output (melaksanakan, menilai dan mengkritik terhadap kebijakan dan keputusan politik pemerintah).
4. BUDAYA POLITIK SUBJEK PAROKIAL ( PAROCHIAL SUBJECT POLITICAL CULTURE )Budaya politik yang sebagian besar telah menolak tuntutan masyarakat feodal atau kesukuan.Telah mengembangkan kesetiaan terhadap sistem politik yang lebih komplek dengan stuktur pemerintah pusat yang bersifat khusus.Cenderung menganut sistem pemerintahan sentralisasi.
5. BUDAYA POLITIK SUBJEK PARTISIPAN ( PARTICIPANT SUBJECT POLITICAL CULTURE )Sebagian besar masyarakatnya telah mempunyai orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian pribadi sebagai seorang aktivis.Sementara sebagian kecil lainnya terus berorientasi kearah struktur pemerintahan yang otoriter dan secara relatif mempunyai serangkaian orientasi pribadi yang pasif.
6. BUDAYA POLITIK PAROKIAL PARTISIPAN ( PARTICIPANT PAROCHIAL POLITICAL CULTURE )Berlaku di negara-negara berkembang yang yang masyarakatnya menganut budaya dalam stuktur politik parokial.Tetapi untuk keselarasan diperkenalkan norma-norma yang bersifat partisipan.
D. PERKEMBANGAN BUDAYA POLITIK MASYARAKAT INDONESIA
Indonesia menganut budaya politik yang bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di pihak lain.Sikap ikatan primodalisme masih sangat mengakar dalam masyarakat Indonesia.Masih kuatnya paternalisme dalam budaya politik Indonesia.
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
Kelebihan masa Demokrasi Terpimpin :
A. Tidak akan ada gejolak politik, karena hanya satu partai yg berkuasa.
B. Peraturan pemerintahan sama di berbagai daerah sehingga lebih mudah diatur.
Kelemahan masa Demokrasi Terpimpin :
A. Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
B. Pengusa cenderung otoriter, karena tidak ada kontrol dari oposisi.
C. Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).

DAFTAR PUSTAKA



0 comments: